Â
Di sebuah rumah tua peninggalan nenek moyangnya di Karangasem, Dewi menemukan sebuah cermin antik yang tersembunyi di loteng berdebu. Bingkainya terbuat dari kayu jati tua yang sudah lapuk, permukaan cerminnya kusam dan dipenuhi bercak-bercak hitam. Rasa penasaran mendorongnya untuk membersihkan cermin itu.
Setelah dibersihkan, bayangan Dewi muncul di cermin, namun tampak lebih tua, lebih kurus, dan matanya kosong. Awalnya, Dewi mengira itu hanya pantulan cahaya yang aneh. Namun, setiap kali ia menatap cermin itu, bayangan tersebut berubah. Terkadang, bayangan itu tersenyum menyeramkan, terkadang menangis pilu, dan terkadang, bayangan itu menunjukkan wajah yang sama sekali bukan wajah Dewi.
Suatu malam, Dewi melihat bayangan itu mencoba untuk keluar dari cermin. Wajahnya mengerikan, kulitnya membusuk, dan matanya merah menyala. Dewi menjerit ketakutan dan menghancurkan cermin itu dengan palu. Namun, ia masih bisa melihat bayangan itu, menempel di dinding, menatapnya dengan tatapan kosong dan dingin. Bayangan itu tetap ada, menunggu kesempatan untuk keluar dari dimensi cermin yang telah hancur. Dewi tidak pernah bisa tidur nyenyak lagi, selalu dihantui oleh bayangan mengerikan itu.